Meneropong Masjid Tertua Dan wisata Masjid Kotagede Jogjakarta

20.17 Unknown 0 Comments


Berkelana ke Kotagede akan tidak komplit bila tak tidak wisata Masjid Kotagede Jogjakarta, bangunan tempat beribadah islam yang tertua di Yogyakarta. Bangunan itu adalah tempat yang kerapkali cuma dilalui saat wisatawan akan menuju kompleks pemakaman raja Mataram, walau sebenarnya pesona bangunannya tidak kalah menarik. Pasti, banyak juga narasi yang ada pada tiap-tiap perangkat di masjid yang berdiri seputar tahun 1640-an ini. 
Saat sebelum masuk kompleks masjid, bakal didapati suatu pohon beringin yang konon usianya telah beberapa ratus tahun. Pohon itu tumbuh di tempat yang saat ini digunakan untuk tempat parkir. Lantaran usianya yang tua, masyarakat setempat menamainya " Wringin Sepuh " serta menganggapnya menghadirkan barokah. menurut cerita orang, bakal tercukupi apabila ingin bertapa dibawah pohon itu sampai memperoleh dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup serta satu lagi terentang.

Jalan mendekat ke arah kompleks masjid, bakal didapati suatu gapura yang berupa paduraksa. Persis dibagian depan gapura, bakal didapati suatu tembok berupa huruf L. Pada tembok itu terpahat sebagian gambar yang disebut simbol kerajaan. Bentuk paduraksa serta tembok L itu yaitu bentuk toleransi Sultan Agung pada warga yang turut bangun masjid yang masih tetap memeluk agama Hindu serta Budha.
ketika wisata masjid kotagede jogjakarta, bakal didapati suatu prasasti yang berwarna hijau. Prasasti bertinggi 3 mtr. itu adalah tandanya bahwa Paku Buwono pernah melakukan renovasi masjid ini. Sisi basic prasasti berupa bujur sangkar serta dibagian puncaknya ada mahkota simbol Kasunanan surakarta. Suatu jam ditempatkan di segi selatan prasasti juga sebagai acuan saat sholat.

Ada prasasti itu menunjukkan bahwa masjid Kotagede alami dua step pembangunannya. Step pertama yang di bangun pada saat Sultan Agung cuma adalah bangunan inti masjid yang memiliki ukuran kecil. Lantaran kecilnya, masjid itu dulunya dimaksudkan untuk Langgar. Bangunan ke-2 di bangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Ketidaksamaan sisi masjid yang di bangun oleh Sultan Agung serta Paku Buwono X ada pada tiangnya. Sisi yang di bangun Sultan agung tiangnya memiliki bahan kayu sedang yang di bangun Paku Buwono tiangnya memiliki bahan besi. Bangunan inti masjid adalah bangunan Jawa berupa limasan. Cirinya bisa dipandang pada atap yang berupa limas serta ruang yang terdiri dua, yakni inti serta serambi.

Suatu parit yang melingkari masjid bakal didapati saat sebelum masuk ke wisata masjid kotagede jogjakarta. Parit itu lantas dipakai juga sebagai saluran drainase sesudah air dipakai wudlu di samping utara masjid. Saat ini, warga setempat melakukan perbaikan parit dengan menempatkan porselen dibagian basic parit serta memakainya juga sebagai tempat pelihara ikan. Untuk mempermudah warga yang mau melaksanakan ibadah, di buat suatu jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.
Di bagian luar inti masjid ada bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yang usianya tidak kalah tua dengan masjidnya itu adalah hadiah dari seorang bernama Nyai Pringgit yang datang dari desa Dondong, lokasi di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberi bedug itu, keturunan Nyai Pringgit di beri hak untuk tempati lokasi seputar masjid yang lalu dinamai Dondongan. Sesaat bedug pemberiannya, sampai saat ini masih tetap dibunyikan juga sebagai pemberi tanda saat sholat.
mimbar untuk berkhotbah yang terbuat berbahan kayu yang diukir indah bisa didapati dibagian dalam masjid, samping tempat imam memimpin sholat. Mimbar itu juga adalah pemberian Waktu Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia singgah ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati ditempat itu. Juga sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberi mimbar itu. Mimbar itu saat ini tidak sering dipakai lantaran berniat dijaga supaya tak rusak. Juga sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat memakai mimbar kecil untuk kebutuhan beribadah sehari-hari.

Jalan melingkari wisata masjid kotagede jogjakarta ini bakal didapati ketidaksamaan pada tembok yang melingkari bangunan masjid. Tembok sisi kiri terbagi dalam batu bata yang ukurannya semakin besar dan warna yang lebih merah dan ada batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa. Sesaat tembok yang lain mempunyai batu bata berwarna agak muda, ukuran lebih kecil, serta polos. Tembok yang ada di kiri masjid tersebut yang di bangun pada saat Sultan agung, sesaat tembok yang lain adalah hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang di bangun pada saat Sultan agung berperekat air aren yang bisa membatu hingga lebih kuat.

0 komentar: